Abdul Muis Berjuang Dengan Menulis
Abdul Muis berasal dari Minangkabau, anak dari
Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman. Ayahnya adalah seorang demang yang selalu
bertolak belakang dengan kebijakan Belanda di daerah Agam. Setelah lulus dari
ELS, Abdul Muis meneruskan jenjang pendidikan di Stovia (Sekolah kedokteran
yang saat ini berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia),
Jakarta. akan tetapi disebabkan sakit, ia tak melanjutkan pendidikan di Stovia.
Kehidupan
Abdul Muis mengawali karier di Departemen Onderwijs
en Eredienst sebagai klerk dengan bantuan Tuan Abendanon yang ketika
itu menjabat posisi sebagai Direktur Pendidikan. Akan tetapi saat diangkat
menjadi direktur itu tak disukai oleh
pegawai Belanda lain. Selepas dua tahun setengah berkarir di departemen tersebut,
ia resign dan berprofesi menjadi wartawan di kota Bandung tahun 1905, ia mendapat
posisi menjadi anggota dewan redaksi pada majalah Bintang Hindia. lalu ia
sempat berprofesi sebagai mantri lumbung dan menjadi wartawan kembali di majalah
Neraca pimpinan Haji Agus Salim dan surat kabar milik Belanda Preanger
Bode.
Di tahun 1913 ia menjadi anggota Sarekat Islam,
dan menjadi pimred (Pemimpin Redaksi) pada Harian Kaoem Moeda. Satu tahun
selanjutnya, lewat Komite Bumiputera yang dia dirikan bersama Ki Hadjar
Dewantara, rencana pemerintah Belanda mengadakan pesta peringatan seratus tahun
kemerdekaan Belanda dari Perancis ditentang oleh Abdul Muis.
Pada tahun 1917 ia mendapat kepercayaan menjadi utusan Sarekat
Islam berkunjung ke Belanda untuk
mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Pada acara kunjungan tersebut, ia juga
memberi saran kepada tokoh-tokoh Belanda
agar mendirikan Technische Hooge School yang saat ini menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB) di Priangan.
Di tahun 1918, mewakili Central Sarekat Islam, Abdul Muis dipercaya menjadi anggota Volksraad.
Di bulan Juni tahun 1919, di Toli-Toli Sulawesi
Utara, seorang pengawas Belanda dibunuh setelah ia memberikan pidato
disana. Abdul Muis telah dituduh membujuk rakyat agar menolak system kerja
rodi, sampai pembunuhan tersebut terjadi. Karena pembunuhan tersebut dia disalahkan dan dipenjara. Disamping
berjuang dengan pidato ia pun berjuang dengan berbagai media cetak. Di tulisannya
di harian De Express yang berbahasa Belanda, Abdul Muis mengecam orang
Belanda yang menghina bumiputera.
Sesudah merdeka, ia mendirikan Persatuan
Perjuangan Priangan yang berkonsentrasi pada ranah pembangunan di Provinsi Jawa
Barat dan warga Sunda. Pada Tahun 1959 ia meninggal dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Cikutra,
Bandung
0 Response to "Abdul Muis Berjuang Dengan Menulis"
Post a Comment