Filsafat Pendidikan Islam (Sebuah Bagian)


1.      Analisis Filsafat Pendidikan Islam

a.       Antara filsafat dan pendidikan terdapat suatu pertalian yang tak terpisahkan. Peranan filsafat pendidikan adalah sebagai pendorong dilakukannya aktivitas pendidikan. Filsafat berperanan menetapkan ide-ide, nilai-nilai, cita-cita, sedang pendidikan bertugas merealisasikan ide-ide dalam ajaran filsafat tersebut menjadi kenyataan dalam bentuk tingkah laku dan kepribadian. latar belakang ide-ide filsafat menentukan pendidikan, karena tujuan pendidikan bersumber dari filsafat sehingga pendidikan merupakan suatu proses pembinaan kepribadian anak didik atas nilai–nilai filsafat. Jadi jika tiap-tiap pendidikan telah memahami azas-azas dan nilai filosofi serta menggunakannya dalam pendidikan, maka filsafat pendidikan menjadi norma pendidikan atau sebagai azas normatif di dalam pendidikan.

b.      Filsafat pendidikan islam adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang hakekat pembentukan kepribadian muslim. Maka latar belakang yang mendasari analisis filsafat terhadap pendidikan adalah Masalah tentang apakah hakikat pendidikan itu. Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia itu. Dan bagaimana hubungan antara pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia, kemudian juga apakah pendidikan itu berguna untuk membawa kepribadian manusia, apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian manusia itu, atau faktor-faktor yang berasal dari luar/lingkungan dan pendidikan. Mengapa anak yang mempunyai potensi hereditas yang tidak baik, walaupun mendapatkan pendidikan dan lingkungan yang baik, tetap tidak berkembang

c.       Muara dari penelaahan filsafat terhadap pendidikan islam dijawab pada aspek aksiologi. Pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai suatu usaha bersama yang dilakukan secara sadar dalam upaya memanusiakan manusia dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada untuk merubah perilaku yang dilanjutkan dengan penanaman nilai-nilai humanitas demi tercapainya kesejahteraan hidup. Sehingga aksiologi pendidikan Islam itu dipahami sebagai nilai, manfaat atau pun fungsi pendidikan Islam yang dikaitkan dengan berbagai hal di dalamnya. Nilai-nilai Islami yang bisa didapat dari dua sumber utama yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW menjadi rujukan akan konsep-konsep pendidikan yang sarat nilai dan moral kemanusiaan itu sendiri. Maka, akan terciptalah tatanan kehidupan “ masyarakat masa depan” yang begitu diimpikan sebagai sesuatu yang baru bagi umat manusia.

2.      Kebalikan dari Analisis Filsafat Pendidikan Islam

a.      Hasil sains bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama,artinya hasil sains yang lalu dapat digunakan untuk penyelidikan hal yang baru, dan tidak memonopoli. Setiap orang dapat memanfaatkan hasil penemuan orang lain.

Filsafat bersifat synopsis, artinya melihat segala sesuatu dengan menekankan secara keseluruhan, karena keseluruhan mempunyai sifat tersendiri yang tidak ada pada bagian-bagiannya.

b.      Sains bersifat empiris, objek dan metode kerjanya dapat diamati secara pengalaman dan diverifikasi

Filsafat bisa merenungkan kembali asumsi-asumsi yang telah ada untuk diuji ulang kebenarannya. Jadi, filsafat dapat meragukan setiap asumsi yang ada, dimana oleh sains telah diakui kebenarannya. Selain menggunakan teori, filsafat dapat juga menggunakan hasil sains, dilakukan dengan menggunakan akal pikiran yang didasarkan pada pengalaman insani.

c.       Sains bersifat objektif ,artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode sains tidak tergantung kepada siapa yang menggunakan, tidak tekrgantung pada pemahaman secara pribadi.

Filsafat tidak hanya menggambarkan sesuatu melainkan membantu manusia untuk mengambil putusan-putusan tentang tujuan, nilai-nilai dan tentang apa-apa yang harus diperbuat manusia. Filsafat tidak netral karena, faktor subjektif memegang peranan yang penting dalam filsafat.

3.      Menurut Ibn Sina manusia pada tahap fenomenal terdiri dari jasad dan nafs. Korelasi antara nafs dan jasad bersifat interaksionis, dalam arti masing-masing saling memerlukan. Hanya saja nafs telah  menjadi sedemikian kuat, ia dapat mempengaruhi jasad dengan sangat luar biasa. Sementara itu dalam tahap transendental, nafs dengan segala potensinya tetap kekal abadi biarpun jasad mengalami kehancuran ketika tahap ini dimulai. Manusia menjadi suatu entitas yang tak terbagi yang tidak lagi memerlukan jasad materi dalam tahap transendentalnya. Penolakan Ibn Sina terhadap adanya kebangkitan jasmani menimbulkan pertentangan pemikiran filosofis. Pertentangan ini memperoleh dimensi baru dalam perspektif kajian fisika moderen yang telah membuktikan tidak adanya perbedaan substansial antara materi dan immateri.


Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dilmilikinya

Khusus pendidikan yang bersifat jasmani, ibnu sina mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olah raga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan. Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat).

Melalui pendidikan jasmani olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti di harapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya hayalnya.

Ibnu Sina juga mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan yang ditujukan pada pendidikan bidang perkayuan, penyablonan dsb. Sehingga akan muncul tenaga-tenaga pekerja yang professional yang mampu mengerjakan pekerjaan secara professional.

Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang Insan Kamil  (manusia yang sempurna), yaitu manusia yang terbina seluruh potensi diinya secara seimbang dan menyeluruh. Selain harus mengenbangkan potensi dan bakat dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah  di masyarakat.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Filsafat Pendidikan Islam (Sebuah Bagian)"

Post a Comment